PEWARTAHARIAN.COM Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Rakyat Anti Korupsi (RAKO), Harianto Nanga, kembali mengkritik keras namun konstruktif terhadap Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sulawesi Utara atas kasus dugaan korupsi dalam proyek Mekanikal, Elektrikal, dan Plumbing (MEP) pembangunan Christian/Mission Centre GMIM di kawasan Ring Road, Manado.
Situasi ini mencuat setelah Kepala Dinas PUPR, Daisy Paath, diperiksa oleh penyidik Polda Sulut terkait indikasi penyimpangan pada proyek senilai Rp 23,8 miliar tersebut. Menurut Harianto, terdapat sejumlah indikasi ketidakwajaran dalam proses tender yang harus dijalankan sesuai Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Kalau tender dijalankan sesuai aturan, tak mungkin ada ruang abu-abu di prosesnya. Tapi kalau sejak awal HPS (Harga Perkiraan Sendiri) saja disusun dengan cara yang tidak jelas, ya jelas penyidik harus gali di situ. Karena mens rea biasanya bersembunyi di balik angka dan tanda tangan,” tegas Harianto.
Ia menambahkan, pemeriksaan oleh penyidik bukanlah hal yang harus dikhawatirkan oleh Dinas PUPR jika memang prosesnya bersih.
“Kalau memang bersih, pemeriksaan itu bukan ancaman, tapi momentum untuk membuktikan bahwa sistem mereka tidak cacat prosedur.
Tapi kalau ada yang salah urus, ya jangan pura-pura kaget ketika pintu penyidik diketuk,” ujarnya.
Data yang dihimpun RAKO menunjukkan bahwa proyek MEP Mission Centre GMIM tercatat dalam sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Sulawesi Utara dengan pagu anggaran sebesar Rp 23,8 miliar (kode lelang 14258173). Namun, hingga saat ini laman yang memuat informasi pemenang tender belum dapat diakses oleh publik, sehingga menimbulkan keraguan terhadap transparansi pelaksanaan proyek tersebut.
Harianto sekaligus memberikan dukungan penuh kepada penyidik Polda Sulut yang aktif dalam pemberantasan korupsi dan mendesak agar segera menetapkan tersangka bila unsur-unsur sudah terpenuhi. Ia juga mengingatkan Dinas PUPR untuk tidak alergi terhadap keterbukaan informasi publik.
Kalau PUPR yakin prosesnya bersih, seharusnya mereka yang paling gembira dengan pemeriksaan ini. Karena satu-satunya cara menepis kecurigaan publik adalah dengan membuka semua dokumen tender secara transparan. Jangan sampai proyek ini untuk kantong pribadi,” pungkasnya.Kasus ini menjadi sorotan publik sebagai ujian transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran publik di Sulawesi Utara.(BRIANDY L)




















