PEWARTAHARIAN.COM Praktek penimbunan dan penampungan BBM bersubsidi jenis solar secara ilegal semakin marak terjadi di Sulawesi Utara. Aktivitas terlarang ini diduga berlangsung di sejumlah titik seperti Minahasa Induk, Minahasa Utara, Minahasa Tenggara, serta Kota Bitung. Kondisi ini menimbulkan keresahan di tengah masyarakat karena solar bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi nelayan, transportasi rakyat, dan usaha kecil, justru dikuasai oleh para pelaku ilegal.
Ketua LSM Kibar Nusantara Merdeka, Yohanes Missa menegaskan diruang kerjanya pada Sabtu 27/09/25 bahwa praktek ilegal tersebut harus segera dihentikan. Ia menyebut adanya indikasi keterlibatan sejumlah oknum yang membeli solar bersubsidi di SPBU menggunakan kendaraan truk, kemudian menampungnya dalam skala besar untuk dijual kembali kepada pihak tertentu.
“Kami minta aparat kepolisian, kejaksaan, hingga Pertamina segera menutup penampungan solar ilegal ini,” tegasnya.
Menurut Missa, dampak dari penyelewengan ini sangat luas. Masyarakat yang benar-benar membutuhkan subsidi justru kesulitan mendapatkan solar di SPBU.
Nelayan dan pengusaha kecil yang bergantung pada BBM bersubsidi menjadi korban akibat ulah segelintir mafia. “Subsidi itu dari rakyat, untuk rakyat, bukan untuk diperdagangkan demi keuntungan pribadi,” tambahnya.
Selain merugikan masyarakat, aktivitas penimbunan BBM juga menimbulkan bahaya serius. Penampungan ilegal yang tidak memiliki standar keamanan berpotensi memicu kebakaran dan mengancam keselamatan warga sekitar.
Fakta bahwa praktek ini masih terus berlangsung di Manado dan sekitarnya, menunjukkan lemahnya pengawasan aparat penegak hukum serta instansi pengawas energi.
Padahal, aturan hukum sudah sangat jelas. Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, disebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp60 miliar.
Selain itu, Pasal 53 huruf b dan d UU Migas
secara tegas melarang pengangkutan, penyimpanan, dan niaga BBM tanpa izin usaha resmi. Dengan dasar hukum ini, tidak ada alasan bagi aparat untuk menutup mata terhadap aktivitas penampungan solar ilegal. Penegakan hukum wajib dilakukan tanpa pandang bulu.
LSM Kibar Nusantara Merdeka juga mendesak agar aparat tidak hanya menindak pelaku di lapangan, tetapi juga menelusuri pihak-pihak yang terlibat di balik jaringan penimbunan tersebut. “Kalau hanya pelaku kecil yang ditangkap, tidak akan menimbulkan efek jera. Harus dibongkar sampai ke dalangnya,” ujar Missa.
Mereka juga meminta agar SPBU yang terbukti ikut terlibat dengan menjual solar bersubsidi dalam jumlah besar kepada oknum truk pengangkut diberikan sanksi tegas. Bila terbukti melanggar, izin operasional SPBU tersebut harus dicabut demi menegakkan aturan dan menjaga kepercayaan publik.
Selain aparat penegak hukum, Pemprov Sulawesi Utara melalui Dinas ESDM juga diminta memperketat pengawasan distribusi solar bersubsidi. Mekanisme distribusi harus benar-benar terkontrol, sehingga tidak ada lagi ruang bagi mafia untuk bermain. “Pengawasan harus berbasis data yang akurat, siapa penerima subsidi dan seberapa besar kebutuhannya,” jelasnya.
Kondisi ini juga menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah daerah dan aparat hukum dalam melindungi hak masyarakat. Bila praktek mafia solar bersubsidi dibiarkan, maka akan terus merugikan negara sekaligus memperparah kesenjangan sosial di tengah masyarakat.
Menurut data di lapangan, aktivitas penampungan solar ilegal di Minahasa Induk, Minut, Mitra, hingga Bitung dilakukan secara terang-terangan.
Truk-truk pengangkut kerap terlihat bolak-balik ke SPBU untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar. Situasi ini seolah-olah berlangsung tanpa hambatan, sehingga publik bertanya-tanya ada apa di balik lemahnya pengawasan.Dengan maraknya praktek penyelewengan ini, (FORA)