PEWARTAHARIAN.COM Salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Tombatu, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) diduga kuat menjadi sarang mafia solar bersubsidi. Ironisnya, SPBU ini diduga milik orang nomor satu di Kabupaten Mitra, yakni Bupati Minahasa Tenggara.
Kasus ini terungkap setelah seorang sopir truk menjadi korban penganiayaan oleh kelompok yang diduga terlibat dalam praktik penyelewengan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. Berdasarkan informasi di lapangan, pelaku utama bernama RK, yang ternyata merupakan mertua dari salah satu oknum aparat kepolisian Polres Minahasa Tenggara.
Modus Operandi Mafia Solar
Dugaan sementara, kelompok ini melakukan pengumpulan dan penimbunan solar bersubsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat dan pelaku usaha kecil. Solar tersebut kemudian dijual kembali dengan harga lebih tinggi kepada pihak industri atau pengepul ilegal di wilayah Sulawesi Utara.
Praktik ini telah berlangsung cukup lama dan disebut-sebut mendapat
“perlindungan” dari sejumlah oknum aparat yang memiliki hubungan kekerabatan dengan pelaku utama. Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan sopir truk dan masyarakat sekitar yang kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi di SPBU Tombatu.
Korban Penganiayaan Minta Keadilan
Korban penganiayaan yang merupakan sopir truk pengantre solar bersubsidi mengaku diserang oleh kelompok pelaku karena mencoba menegur adanya praktik
“potong antrean” oleh pengepul solar ilegal. Akibat insiden tersebut, korban mengalami luka-luka dan telah melaporkan kejadian itu ke pihak berwajib.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum terhadap pelaku maupun pihak SPBU yang diduga terlibat dalam praktik mafia solar ini.
Pelanggaran Hukum dan Ancaman Pidana
Tindakan penyalahgunaan dan penimbunan BBM bersubsidi seperti ini merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Regulasi yang mengatur antara lain:
Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang melakukan penyalahgunaan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000 (enam puluh miliar rupiah).”
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi juga menegaskan bahwa setiap badan usaha wajib menyalurkan BBM bersubsidi sesuai kuota dan peruntukannya
Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 secara tegas mengatur bahwa BBM bersubsidi hanya boleh digunakan untuk sektor transportasi publik, nelayan, dan masyarakat berpenghasilan rendah, bukan untuk kepentingan bisnis pribadi atau industri.
Desakan Penegakan Hukum
LSM dan sejumlah tokoh masyarakat mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas tanpa pandang bulu, mengingat keterlibatan pihak-pihak yang memiliki hubungan kekuasaan dan aparat keamanan dapat mencoreng citra penegakan hukum di Kabupaten Mitra.
Jika benar SPBU milik pejabat daerah terlibat praktik mafia solar, ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang yang tidak bisa ditoleransi. Harus diusut tuntas oleh Polda Sulut maupun Kejaksaan Tinggi,” tegas salah satu aktivis antikorupsi Sulawesi Utara.(TIM)




















