PEWARTAHARIAN.COM Hampir dua tahun pasca erupsi dahsyat Gunung Ruang di Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), nasib ribuan warga korban bencana masih terombang-ambing.
Bantuan yang dijanjikan pemerintah daerah dan pusat belum menunjukkan kejelasan, bahkan sebagian besar masyarakat mengaku belum pernah menerima bantuan nyata untuk pemulihan rumah dan lahan mereka. Kondisi ini memicu kemarahan sejumlah pihak, termasuk LSM KIBAR Nusantara Merdeka.
Sekretaris Jenderal KIBAR Nusantara Merdeka, Yohanes Missa, menilai pemerintah daerah seolah mempermainkan masyarakat korban bencana dengan memberikan jawaban yang tidak masuk akal dan berputar-putar. “Sudah hampir dua tahun, tapi bantuan untuk masyarakat hanya sebatas janji. Yang dicairkan baru upah kerja, seolah mereka hanya dijadikan boneka dalam proyek rehabilitasi,” tegas Yohanes.
Menurut Yohanes, hal ini sangat ironis mengingat masyarakat kehilangan segalanya akibat letusan Gunung Ruang pada 2023 lalu. Rumah-rumah hancur, lahan pertanian tertimbun abu vulkanik, dan sebagian besar warga kehilangan mata pencaharian. Namun hingga kini, harapan mereka untuk mendapatkan bantuan perbaikan rumah dan pemulihan kehidupan justru semakin kabur tanpa kepastian dari pemerintah daerah.
KIBAR Nusantara Merdeka menyoroti dugaan adanya penyimpangan dalam mekanisme penyaluran bantuan pascabencana. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana serta Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008, bantuan harus disalurkan secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Pemerintah daerah berkewajiban memastikan dana rehabilitasi digunakan secara efektif dan efisien, bukan justru menjadi ajang permainan anggaran.
Lebih jauh, Peraturan Kepala BNPB Nomor 11 Tahun 2008 juga mengatur bahwa bantuan dapat berupa material, uang tunai, atau pembangunan langsung tergantung tingkat kerusakan rumah warga. Namun faktanya, hingga kini masyarakat Tagulandang tidak pernah mendapatkan sosialisasi terbuka terkait alokasi dana maupun mekanisme pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Ini bukan lagi soal administrasi, tapi menyangkut hak hidup warga negara. Pemerintah daerah wajib terbuka dan bertanggung jawab atas setiap rupiah dana yang dikucurkan untuk penanganan pascabencana,” tegas Yohanes Missa. Ia juga mendesak agar BPK, BPKP, Kejaksaan, dan aparat penegak hukum lainnya segera turun tangan melakukan audit dan investigasi terhadap dugaan penyimpangan dalam penggunaan dana bantuan.
LSM KIBAR Nusantara Merdeka bersama elemen masyarakat Tagulandang juga meminta BNPB pusat untuk turun langsung dan mengambil alih koordinasi apabila pemerintah daerah dinilai tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan benar. Mereka menegaskan bahwa korban bencana tidak boleh dibiarkan menjadi korban kedua akibat kebijakan yang tidak berpihak.
“Rakyat Tagulandang sudah cukup menderita karena bencana alam. Jangan biarkan mereka kembali terluka karena kebijakan pemerintah yang lamban dan tidak transparan,” tutup Yohanes Missa dengan nada tegas. Ia berharap suara masyarakat ini tidak lagi diabaikan dan segera direspons dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji.(BRIANDY L)




















