PEWARTAHARIAN.COM Arogansi oknum-oknum berlabel konglomerat di Sulawesi Utara kian hari kian menjadi momok menakutkan bagi masyarakat kecil. Hak-hak rakyat yang sah seringkali dirampas dengan dalih kepemilikan sertifikat, meskipun masyarakat memiliki bukti hak yang kuat atas tanah yang mereka kelola selama puluhan tahun.
Hal inilah yang kini dialami oleh masyarakat Desa Sea, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa. Lahan kebun Tumpengan yang telah mereka kelola turun-temurun kini mulai dikuasai oleh salah satu pengusaha besar di Sulut, Jimmy Widjaya, pemilik PT Buana Propertindo Utama (Sinarmas).
Dengan bermodalkan sertifikat yang diduga bodong dan dukungan dari Aparat Penegak Hukum (APH), Jimmy Widjaya dikabarkan mulai membangun pagar di atas lahan tersebut sejak awal pekan lalu. Padahal, pembangunan pagar itu disebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).
“Ini aneh, sudah jelas-jelas melanggar hukum, kenapa malah dibackup oleh aparat kepolisian? Bahkan permintaan kami melalui anggota DPRD Minahasa pun tak diindahkan,” ujar salah satu warga yang kesal dengan sikap aparat.
Ironisnya, aparat yang turun di lokasi bukan hanya dari Polresta Manado, tetapi juga dari Polda Sulut dan satuan Brimob. Keberadaan mereka di lapangan justru memperlihatkan keberpihakan yang mencolok terhadap pihak pengusaha, sementara proses hukum mengenai keabsahan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 3320/Desa Sea masih berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado.
Menurut Kuasa Hukum masyarakat Desa Sea, Noch Sambouw, S.H., M.H., C.MC., tindakan pembangunan pagar tersebut jelas bertentangan dengan hukum. “SHGB nomor 3320 saat ini sedang diuji keabsahannya di PTUN Manado. Sesuai aturan, objek yang sedang berperkara di pengadilan tidak boleh dilakukan kegiatan pembangunan, apalagi tanpa IMB,” tegas Sambouw.
Lebih lanjut, Sambouw menilai tindakan aparat yang membackup kegiatan tersebut sudah melampaui kewenangan mereka. “Aparat penegak hukum seharusnya menjaga netralitas dan menegakkan hukum, bukan malah melindungi kegiatan ilegal. Ini sudah seperti mandor proyek, memerintah pekerja di lapangan. Sangat disayangkan,” ujarnya geram.
Dalam sidang terakhir di PTUN Manado pada Selasa (7/10/2025), pihak masyarakat telah menyerahkan sejumlah bukti pendukung kepada majelis hakim. Persidangan tersebut kini telah masuk pada agenda pembuktian lanjutan, termasuk rencana memasukkan bukti tambahan dalam waktu dekat.
“Tadi kami sudah menyerahkan bukti-bukti penting di persidangan. Agenda berikutnya kami akan menambahkan bukti baru yang semakin memperjelas status tanah tersebut,” terang Sambouw.
Kuasa hukum masyarakat itu juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus berjuang demi keadilan bagi warga Desa Sea yang selama ini telah hidup di atas tanah tersebut secara turun-temurun. Ia juga menyoroti adanya praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak tertentu yang berusaha menekan masyarakat kecil demi kepentingan bisnis para pengusaha besar.
Sambouw pun menyerukan agar media turut mengawal proses hukum ini agar berjalan transparan dan tidak ada intervensi dari pihak manapun. “Kami harap rekan-rekan media bisa terus memantau jalannya persidangan hingga ada putusan dari majelis hakim. Dengan begitu, publik bisa menilai sendiri apakah SHGB milik Jimmy Widjaya itu sah atau memang bodong,” tuturnya.
Masyarakat Desa Sea kini hanya berharap kepada majelis hakim PTUN Manado agar menegakkan keadilan seadil-adilnya. Mereka percaya bahwa kebenaran pada akhirnya akan terungkap dan hak rakyat kecil tidak akan selamanya bisa dibungkam oleh kekuatan modal dan kekuasaan.(FORA)




















