PEWARTAHARIAN.COM LSM Kibar Nusantara Merdeka menyatakan keprihatinan atas laporan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh Gereja GMIM Berhikmat Karombasan Utara terhadap Stela Kalangi, warga yang telah menghuni dan mengelola tanah sejak 1980 di Kelurahan Karombasan Utara, Manado.
Kasus ini saat ini sedang dalam proses penyidikan di Polda Sulawesi Utara.Lahan seluas 350 meter persegi ini telah ditempati dan dirawat oleh almarhum Marthen Kalangi beserta keluarga selama lebih dari 40 tahun tanpa ada gangguan hingga tahun 2021. Bahkan, sejak 1995 pemerintah kota Manado mengakui penguasaan lahan tersebut melalui nomor objek pajak atas nama Marthen Kalangi yang rutin dibayar hingga 2021.Namun, pada akhir 2021, pihak Gereja GMIM tiba-tiba mengklaim tanah itu sebagai miliknya melalui sertifikat yang dikeluarkan sejak 1982 dan telah berpindah tangan beberapa kali tanpa pemberitahuan kepada keluarga Kalangi.
Gereja kemudian melaporkan Stela Kalangi ke Polda Sulut atas tuduhan penyerobotan tanah.Yohanes Missah, Sekjen LSM Kibar Nusantara Merdeka, menegaskan bahwa kasus ini menunjukkan lemahnya kepastian hukum pertanahan di daerah tersebut.
Ia mengingatkan pentingnya mempertimbangkan penguasaan fisik yang telah berlangsung lama serta dasar hukum yang mendukung, seperti Pasal 385 KUHP dan aturan pendaftaran tanah pemerintah.LSM Kibar mendesak pihak kepolisian, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan pemerintah daerah untuk mengusut tuntas riwayat sertifikat tanah no. 516 tahun 1982 serta memastikan peralihan hak dilakukan secara transparan.
Mereka juga meminta perhatian khusus agar hak warga yang telah lama menguasai tanah secara fisik tidak diabaikan dan agar proses hukum berjalan dengan adil tanpa langsung mempidanakan warga.
Yohanes menegaskan, “Negara dan aparat hukum harus objektif melihat fakta penguasaan fisik jangka panjang dan sejarah tanah tersebut, serta tidak mempidanakan warga tanpa mempertimbangkan aspek historis dan keadilan sosial.
Kasus ini menjadi perhatian penting terkait penataan pertanahan dan keadilan sosial bagi masyarakat kecil yang selama puluhan tahun menjaga dan mengelola tanah negara secara fisik di Manado.(FORA)




















